Winnie The Pooh

Sabtu, 04 April 2015

The Last Samurai





Film yang disuradarai oleh Edward Zwick dengan judul "The Last Samurai" menarik untuk dikaji, seperti film action pada umum yang memperliahtkan alur monolog hingga klimaks ini memang telah menonjolkan sisi kehidupan dari sebuah masyarakat (dunia) yang saling memiliki perbedaan dengan kekuatan yang berbeda. Zwick sebagai pria asal Amerika mampu membawa kita untuk mengenal Jepang lebih dalam, ini terlihat dari awal film yang menceritakan sekilas legenda negeri ‘Samurai’ yang konon berawal dari kisah pedang dewa yang meninggalkan bekas di lautan Samudera.

Selain itu Zwick juga mengangkat sisi budaya, tempat, gaya hidup masyarakat serta pola pikir dari orang-orang Jepang yang terlihat dari berbagai kebijakan dan prilaku dari Kaisar yang berkuasa dalam mengatur rakyatnya termasuk gaya hidup hingga peninggalan leluhur dari generasi Samurai.

Apa yang pernah diungkapkan oleh Hofstede (1980) tentang kultur atau budaya dalam konsep budaya nasional memang begitu terlihat dalam film ini jika ditelaah lebih lanjut. Dimana gaya kolektif dari masyarakat terjadi dalam kehidupan orang Jepang jika dibandingkan dengan westernisasi ala Amerika yang diperlihatkan pada sosok pemeran utama Kapten Nathan Algren (Tom Cruise). Empat dimensi konsep budaya nasional yang dipaparkan oleh Hofstede, yaitu jarak kekuasaan (power distance), penghindaran ketidakpastian (uncertainty avoidance), individualism dan kolektivitas, serta maskulinitas dan feminism sangat-sangat jelas tergambar dalam film yang mengambil setting tahun 1876 ini.
Adapun dimensi yang disebutkan oleh Hoftsede tersebut hampir semuanya tergambarkan dalam tayangan film tersebut, secara detail kita bisa melihatnya mulai dari tayangan saat digambarkannya pemerintahan Jepang pada masa itu yang mulai kemunculan westernisasi dengan ditandai akselerasi modernitas dan industrialisasi pada sisi kehidupan masyarakat. Kedatangan orang-orang barat ke Jepang yang telah lebih dulu sebelum Kapten Algren memperlihatkan juga satu sisi tanda, bahwa secara pelan-pelan Jepang dalam proses –sedang– mengubah kebudayaan timurnya menjadi budaya barat.

Penelitian ini berusaha untuk menganalisis representasi samurai Jepang yang terdapat dalam Film The Last Samurai dan bertujuan untuk mengetahui makna yang tersembunyi di balik tanda-tanda yang terdapat dalam film The Last Samurai, dengan cara menganalisis dan menginterpretasikan simbol-simbol, pesan dan makna yang terdapat di dalam film tersebut. Kerangka teori dalam penelitian ini terbagi kedalam tiga bagian yaitu, grand theory yang menggunakan paradigma interpretatif, middle theory dengan menggunakan tradisi semiotika dalam kajian komunikasi dan komunikasi sebagai proses produksi makna serta applied theories dengan menggunakan representasi, film sebagai media komunikasi massa, film sebagai teks semiotika, mitos sebagai suatu sistem semiotika, serta stereotip dan prasangka. Peneliti menggunakan semiotika sebagai metode penelitian, sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi pustaka dan dokumentasi. 

 Melalui penelitian ini, peneliti berhasil menemukan beberapa hal berkaitan dengan representasi makna atas sosok samurai yang meliputi reprepresentasi samurai sebagai sosok ksatria yang menjunjung tinggi kehormatan, sosok ksatria yag religius, sosok tentara tradisional yang patriotik, kulit putih sebagai sosok samurai sejati. Mitos besar yang terbentuk bahwa seorang samurai merupakan sosok ksatria gagah berani yang menjunjung tinggi kehormatan, rela mengorbankan jiwanya demi mempertahankan prinsip samurai. Adanya mitos dominasi Barat (Amerika) sebagai juru selamat dan pahlawan bagi peradaban dan kemajuan bangsa Jepang memunculkan steeotipe bahwa kulit putih adalah hero (pahlawan) bagi Bangsa Jepang dan kaum samurai.