Film yang disuradarai oleh Edward Zwick dengan judul "The Last Samurai" menarik untuk dikaji, seperti film action pada umum yang memperliahtkan alur monolog hingga klimaks ini memang telah menonjolkan sisi kehidupan dari sebuah masyarakat (dunia) yang
saling memiliki perbedaan dengan kekuatan yang berbeda. Zwick sebagai pria asal
Amerika mampu membawa kita untuk mengenal Jepang lebih dalam, ini terlihat dari
awal film yang menceritakan sekilas legenda negeri ‘Samurai’ yang konon berawal
dari kisah pedang dewa yang meninggalkan bekas di lautan Samudera.
Selain itu Zwick juga mengangkat sisi budaya, tempat, gaya hidup masyarakat serta pola pikir dari orang-orang Jepang yang terlihat dari berbagai kebijakan dan prilaku dari Kaisar yang berkuasa dalam mengatur rakyatnya termasuk gaya hidup hingga peninggalan leluhur dari generasi Samurai.
Apa yang
pernah diungkapkan oleh Hofstede (1980) tentang kultur atau budaya dalam konsep
budaya nasional memang begitu terlihat dalam film ini jika ditelaah lebih
lanjut. Dimana gaya kolektif dari masyarakat terjadi dalam kehidupan orang
Jepang jika dibandingkan dengan westernisasi ala Amerika yang diperlihatkan
pada sosok pemeran utama Kapten Nathan Algren (Tom Cruise). Empat dimensi
konsep budaya nasional yang dipaparkan oleh Hofstede, yaitu jarak kekuasaan
(power distance), penghindaran ketidakpastian (uncertainty avoidance),
individualism dan kolektivitas, serta maskulinitas dan feminism sangat-sangat
jelas tergambar dalam film yang mengambil setting tahun 1876 ini.
Adapun
dimensi yang disebutkan oleh Hoftsede tersebut hampir semuanya tergambarkan
dalam tayangan film tersebut, secara detail kita bisa melihatnya mulai dari
tayangan saat digambarkannya pemerintahan Jepang pada masa itu yang mulai
kemunculan westernisasi dengan ditandai akselerasi modernitas dan
industrialisasi pada sisi kehidupan masyarakat. Kedatangan orang-orang barat ke
Jepang yang telah lebih dulu sebelum Kapten Algren memperlihatkan juga satu
sisi tanda, bahwa secara pelan-pelan Jepang dalam proses –sedang– mengubah
kebudayaan timurnya menjadi budaya barat.
Penelitian
ini berusaha untuk menganalisis representasi samurai Jepang yang terdapat dalam
Film The Last Samurai dan bertujuan untuk mengetahui makna yang tersembunyi di
balik tanda-tanda yang terdapat dalam film The Last Samurai, dengan cara
menganalisis dan menginterpretasikan simbol-simbol, pesan dan makna yang
terdapat di dalam film tersebut. Kerangka teori dalam penelitian ini terbagi
kedalam tiga bagian yaitu, grand theory yang menggunakan paradigma
interpretatif, middle theory dengan menggunakan tradisi semiotika dalam
kajian komunikasi dan komunikasi sebagai proses produksi makna serta applied
theories dengan menggunakan representasi, film sebagai media komunikasi
massa, film sebagai teks semiotika, mitos sebagai suatu sistem semiotika, serta
stereotip dan prasangka. Peneliti menggunakan semiotika sebagai metode
penelitian, sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi
pustaka dan dokumentasi.
Melalui penelitian ini, peneliti berhasil menemukan beberapa hal berkaitan dengan representasi makna
atas sosok samurai yang meliputi reprepresentasi samurai sebagai sosok ksatria
yang menjunjung tinggi kehormatan, sosok ksatria yag religius, sosok tentara
tradisional yang patriotik, kulit putih sebagai sosok samurai sejati. Mitos
besar yang terbentuk bahwa seorang samurai merupakan sosok ksatria gagah
berani yang menjunjung tinggi kehormatan, rela mengorbankan jiwanya demi
mempertahankan prinsip samurai. Adanya mitos dominasi Barat (Amerika) sebagai
juru selamat dan pahlawan bagi peradaban dan kemajuan bangsa Jepang memunculkan
steeotipe bahwa kulit putih adalah hero (pahlawan) bagi Bangsa
Jepang dan kaum samurai.